KPU Bali: Persiapkan Pemilu Serentak Mulai Sekarang
Denpasar - Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali berpendapat persiapan pemilu serentak pada 2019 harus dimulai dari sekarang supaya matang dan pelaksanaan serta hasilnya lebih bermutu secara signifikan.
"Meskipun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi itu pemilu serentak dilaksanakan pada 2019, namun segala sesuatunya harus disiapkan dari sekarang, mulai dari peraturan perundang-undangan, penyelenggara pemilu serta pemangku kepentingan terkait," kata Ketua KPU Provinsi Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, di Denpasar, Sabtu.
Menurut dia, persiapan mesti dilakukan sejak jauh-jauh hari supaya penyelenggaraannya nanti di samping secara prosedural terkelola secara baik juga mampu meningkatkan kualitas demokrasi dan kualitas hasil dari pemilu itu sendiri.
"Putusan pemilu serentak bisa jadi akan lebih mengefisienkan anggaran, tetapi persoalan manajemen penyelenggaraan pemilu itu sangat kompleks dan tidak bisa dilihat dari satu perspektif saja. Hal lain yang mendasar di luar anggaran juga perlu dilakukan penyempurnaan dan perbaikan," ujarnya.
Terkait dengan sistem pemilu mana yang lebih baik yakni pemilu legislatif dan presiden terpisah seperti saat ini ataukah serentak, Raka Sandi mengatakan harus dilihat secara utuh.
"Pertama, harus dilihat secara normatif, sudahkah konstitusional karena Indonesia adalah negara hukum. Kedua harus dapat menjamin kedaulatan rakyat atau hak konstitusional warga negara karena pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat dan tolok ukur demokrasi," katanya.
Yang terakhir, tambah dia, tentunya harus dapat dilaksanakan atau diimplementasikan, secara sosiologis diterima masyarakat dan mampu menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin yang mendapat legitimasi.
"Secara prinsip, kami selaku penyelenggara pemilu di daerah tentu akan taat asas dan taat hukum. Namun, kami tidak pada posisi mendukung atau tidak mendukung terhadap putusan MK itu," ujarnya.
KPU Bali, lanjut dia, lebih pada komitmen dan orientasi ke depan untuk menjalankan tugas selaku penyelenggara berdasar tugas dan kewenangan yang ada baik yang bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun penugasan-penugasan sah dari KPU Pusat.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan akademisi Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak.
Putusan berlaku pada Pilpres 2019. Pasal yang diajukan, yakni Pasal (3) Ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112. Dengan dikabulkannya gugatan ini, penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 dan seterusnya akan digelar serentak sehingga tak ada "presidential threshold" untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.
PDIP Tolak Saksi Pemilu Dibiayai APBN
Batam - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menolak bila saksi partai peserta pemilu di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibiayai oleh negara dalam APBN, kata Sekretaris Jenderal PDIP Tjahyo Kumolo di Batam, Sabtu.
"PDIP setelah mempertimbangkan dengan cermat, kami menolak saksi dibiayai APBN," kata Tjahyo usai menghadiri akad nikah anak Ketua PDIP Provinsi Kepulauan Riau Soeryo Respationo.
Menurut dia, penggunaan uang negara untuk biaya saksi pemilu parpol susah dipertanggungjawabkan dan rawan korupsi. Selain itu, pembiayaan saksi dari dana APBN juga dianggap mengganggu kemandirian partai dalam pelaksanaan Pemilu.
PDIP, kata dia, tidak mempermasalahkan besaran rupiah yang dianggarkan pemerintah untuk biaya saksi partai dalam Pemilu, melainkan alokasi penyalurannya dan mekanisme pertanggungjawaban. "Terserah toh hanya kecil. Ini bukan masalah uang, tapi indikasinya, nanti semacam balsem (bantuan langsung sementara-red)," kata dia.
Dengan penolakan itu, kata dia, PDIP tidak akan menggunakan dana negara untuk biaya saksinya dalam pelaksanaan Pemilu 2014. "Kalau partai lain terserah," ucapnya.
sumber : antarabali