DENPASAR - Kepolisian akhirnya menyebut bahwa sindikat kejahatan terorganisasi asal Jepang, Yakuza, telah beroperasi di Indonesia.
Hal itu diketahui setelah terbongkarnya jaringan penipuan online yang dilakukan warga Tiongkok dan Taiwan di Jakarta, yang ternyata dibekingi oleh Yakuza.
Di Bali, ratusan warga Tiongkok dan Taiwan juga telah diringkus karena pelanggaran aturan Imigrasi.
Namun kemudian diduga kuat bahwa mereka juga menjalankan praktik penipuan online dengan sasaran korban sesama warga Tiongkok.
Kontributor di Tokyo, yang juga pernah menjadi wartawan senior di berbagai media di Indonesia, ternyata sudah mengingatkan sejak lama soal keberadaan Yakuza di Indonesia.
Bahkan, Richard Susilo sudah membuat buku tentang Yakuza yang menceritakan secara rinci bagaimana cara Yakuza masuk ke Indonesia.
Buku berjudul Yakuza Indonesia itu diterbitkan Kompas Gramedia dan sudah diluncurkan pada 14 Juli 2013 lalu.
Dalam bukunya, Richard secara gamblang mengungkapkan kedatangan orang-orang Yakuza di Indonesia sesungguhnya sudah terjadi sejak tahun 1970-an.
Namun, jumlah mereka yang datang ke Indonesia terus bertambah pasca gempa besar di Jepang pada Maret 2011, yang membuat perekonomian Jepang tumbuh rendah dan belum pulih seperti sebelumnya.
Dalam peluncuran bukunya, Richard Susilo menceritakan, Yakuza melakukan tindakan pencucian uang di Indonesia dengan cara kerja yang rapi dan mengikuti aturan bisnis di negara yang dituju.
Misalnya Yakuza bermain saham di pasar modal.
"Perhatikan saja, kalau pasar uang dan pasar modal Indonesia tiba-tiba 'meledak', itu patut dicurigai," kata Richard saat itu.
Pria yang lama tinggal di Jepang ini juga mengingatkan masyarakat Indonesia agar selalu mewaspadai kerja sama bisnis baru.
Karena, bisa jadi Yakuza memanfaatkan orang Indonesia untuk menjalankan bisnisnya.
Modal dari mereka, sedangkan tempat usaha dan yang menjalankan bisnisnya adalah warga Indonesia.
Bali termasuk yang dicurigai sebagai salah-satu tempat bagi Yakuza untuk melakukan pencucian uang dengan cara membuka bisnis di sini, bermitra dengan orang Indonesia.
Filosofi Yakuza adalah materi atau uang.
Bisnis mereka besar di bidang properti, pertambangan, saham, dan juga narkoba.
Mereka pandai memanfaatkan siapa saja oknum di Indonesia baik oknum kalangan birokrasi pemerintahan, oknum kepolisian, oknum imigrasi, dan lain lain, demi kepentingan bisnis.
Segala cara dilakukan Yakuza di Indonesia dengan memanfaatkan ekonomi Indonesia di antaranya dengan membangun perusahaan fiktif.
Dari data yang diperoleh Richard Susilo, sedikitnya sekitar Rp 2 triliun uang Yakuza sudah masuk ke Indonesia melalui metode pencucian uang.
Perkembangan perekonomian Indonesia yang sangat maju berdampak bukan hanya bertambahnya investasi asing terutama dari Jepang, tetapi bersamaan dengan itu perekonomian Indonesia sudah disusupi Yakuza.
"Para Yakuza ini berbisnis layaknya pelaku bisnis pada umumnya. Namun dampak kehadiran mereka di Indonesia sangat besar karena Yakuza adalah kelompok yang teroganisasi, dan terstruktur dengan baik," kata Richard.
Richard juga mengingatkan sudah saatnya Pemerintah Indonesia lebih berhati-hati di tengah gencarnya kedatangan investor dari Jepang, sebab tidak mustahil beberapa di antaranya ada yang beritikad kurang baik.
Kiprah Richard sebagai mantan wartawan dan konsultan bisnis di Jepang membuat dirinya memahami seluk beluk Yakuza, khususnya di Indonesia.
"Saya cinta Merah Putih, apa yang saya ungkap ini bukan tanpa risiko, namun saya lakukan ini demi kepentingan pemerintah dan negara Indonesia yang pembangunannya sedang tumbuh dan menjadi incaran Yakuza serta aksi pencucian uang pihak Yakuza di sini," ujar Richard.
Benarkah Yakuza Terlibat Kejahatan Siber di Bali? Seperti Inilah Modusnya
DENPASAR - Keterlibatan Yakuza dalam jaringan penipuan oleh warga Tiongkok itu diungkapkan oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian.
Terungkapnya keterlibatan Yakuza itu berdasarkan hasil kerjasama penyelidikan yang dilakukan kepolisian Taiwan dan Tiongkok.
Tito mengungkapkan, kelompok Yakuza itu beroperasi di wilayah Tiongkok, Taiwan, Jepang dan Indonesia.
Kepolisian Taiwan sempat meringkus 8 anggota kelompok kejahatan itu dengan menyita sepucuk handgun, sejumlah uang Yen (mata uang Jepang), Bath (mata uang Thailand) dan Dolar AS yang berniliai miliaran dan perhiasan berlian, serta emas.
Tito menuturkan, sindikat internasional itu terindikasi menipu secara online selain juga terlibat perdagangan manusia, pencucian uang dan kejahatan antarnegara.
"Pelindungnya dari organisasi di Jepang. Organisasinya cukup besar. Yakuza terlibat," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Krishna Murti, di Jakarta pada Jumat (21/8/2015).
Krishna menambahkan, sindikat ini merupakan kejahatan terorganisasi lintas negara.
Untuk itu, Indonesia patut waspada dalam menghadapi sindikat ini, apalagi dalam arus globalisasi.
"Kita bukan hanya jadi korban kejahatan, tetapi dikhawatirkan bisa menjadi basis untuk melakukan kejahatan," kata Krishna.
Sindikat ini memiliki fungsi masing-masing yang berbeda di tiap negara.
Di Taiwan, sindikat ini merekrut orang untuk menjadi pelaku kejahatan.
Setelah itu, mereka nanti akan diajari aksen bicara Tiongkok.
Sebab, sasaran sindikat ini merupakan para pejabat Tiongkok yang terlibat korupsi dan perselingkuhan.
Mereka akan mencoba memeras pejabat tersebut.
Data-data ulah para pejabat itu didapat oleh jaringan Yakuza.
Sedangkan tempat mengendalikan operasi kejahatan berada di Indonesia.
Seorang warga negara Indonesia berinisial WH telah ditahan, karena diduga memfasilitasi warga Tiongkok itu, termasuk dalam mencarikan rumah atau vila sewaan sebagai markas operasinya.
Seorang warga Taiwan berinisial CN juga ditahan.
CN inilah yang diduga kuat berhubungan dengan Yakuza.
"Aparat Tiongkok dan Taiwan mengungkapkan sendiri, mereka sulit mengungkap kasus ini karena luasnya jangkauan wilayah dan begitu rumitnya organisasi ini bekerja," kata Krishna.
Tito menegaskan, pembongkaran sindikat tersebut merupakan tindak lanjut setelah dilakukan penangkapan aksi kejahatan serupa pada beberapa bulan lalu.
Kemudian, kepolisian Indonesia, khususnya Polda Metro Jaya, menjalin hubungan dengan Kepolisian Tiongkok dan Taiwan.
"Dari situ kami menyadari ada kejahatan internasional. Kita banyak tukar informasi. Dari tukar informasi inilah akhirnya kita dapat info, siapa operator, perekrut, dan kegiatannya," kata Tito.
Tito mengatakan, kebijakan bebas visa atau visa on arrival oleh Pemerintah Indonesia banyak disalahgunakan oleh para pelaku kejahatan transnasional.
Tiongkok adalah salah-satu negara yang mendapat kebijakan bebas visa jika warganya berkunjung ke Indonesia.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Ronny F. Sompie mengakui bahwa kebijakan bebas visa untuk masuk Indonesia bisa saja disalahgunakan sebagaimana yang dilakukan warga Tiongkok itu.
“Warga asing yang melanggar aturan keimigrasian, akan kita foto dan ambil sidik jarinya. Selanjutnya itu bisa menjadi dasar untuk memasukkan mereka dalam daftar cegah tangkal (cekal). Jika kemudian mereka terbukti melakukan tindak pidana dan dideportasi ke negaranya, mereka akan terdeteksi saat hendak menginjakkan kaki kembali ke Indonesia kelak,” kata Ronny saat dihubungi tadi malam.
Polda Bali Bentuk Tim Khusus Selidiki Modus Kejahatan Warga Tiongkok
DENPASAR – Sindikat kejahatan antarnegara asal Jepang, Yakuza, diduga kuat terlibat dalam jaringan penipuan lewat online yang dijalankan di Indonesia oleh warga Tiongkok dan Taiwan.
Jaringan penipuan online tersebut terbongkar di Jakarta pada Kamis (20/8/2015) lalu.
Pada hari yang sama, di Bali juga digerebek 48 warga Tiongkok dan Taiwan di sebuah vila di Jimbaran.
Penggerebekan di Jimbaran oleh aparat Imigrasi itu terkait pelanggaran aturan visa kunjungan.
Namun demikian, dalam penggerebekan itu juga ditemukan barang bukti yang menguatkan dugaan adanya aksi penipuan secara online yang dijalankan oleh warga Tiongkok itu.
Banyak peralatan teknologi informasi (TI) yang disita dalam operasi di Jimbaran itu, antara lain 35 laptop, 27 ponsel, 85 perangkat wifi, 41 unit wireless terminal, 13 box telepon rumah dan 59 unit modem.
Vila empat lantai itu menjadi markas operasi penipuan.
Polda Bali beserta Polresta Denpasar kini sedang mendalami apakah ada indikasi warga Tiongkok yang digerebek di Jimbaran itu merupakan bagian dari sindikat yang dibekingi Yakuza.
Polda Bali, terutama Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum), telah membentuk tim khusus untuk mempelajari modus dugaan kejahatan yang dilakukan oleh warga Tiongkok tersebut.
"Tim khusus ini akan bekerja dan menyelidiki apa saja kejahatan yang diduga dilakukan oleh warga Tiongkok itu. Perlu juga kami pelajari apakah modus yang dilakukan warga Tiongkok yang digerebek di Bali sama dengan yang dilakukan di Jakarta. Kami belum menyimpulkan keterkaitannya dengan Yakuza,” kata Direktur Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Bambang Yugisworo, ketika dihubungi
kemarin.
Secara terpisah, Kapolresta Denpasar Kombes Pol AA Made Sudana membenarkan adanya permintaan dari pihak Imigrasi kepada Polresta untuk mengembangkan penyelidikan kasus yang melibatkan warga Tiongkok itu.
"Soal keimigrasian seperti pelanggaran ketentuan visa, jelas itu wewenang pihak Imigrasi. Kami berkoordinasi dengan Imigrasi untuk mendalami apa tindak pidana yang diduga dilakukan oleh warga Tiongkok itu di Bali. Kami akan melakukan pemeriksaan,” kata Sudana ketika dihubungi tadi malam.
Berdasarkan catatan yang diperoleh, selama tahun 2015 hingga Agustus ini sudah terjadi empat kali penggerebekan terhadap warga Tiongkok dan Taiwan di Bali.
Total ada 151 orang yang diringkus.
Bukti-bukti yang disita dalam penggerebekan yang dilakukan secara terpisah oleh aparat kepolisian dan petugas Imigrasi itu mengindikasikan bahwa warga Tiongkok dan Taiwan tersebut menjalankan kejahatan siber (cyber crime) yang diduga berupa penipuan secara online.
Sedangkan di Jakarta, sebanyak 96 warga Tiongkok dan Taiwan digerebek di tiga tempat berbeda pada Kamis (20/8/2015) lalu.
Benarkah Yakuza Terlibat Kejahatan Siber di Bali? Seperti Inilah Modusnya
DENPASAR - Keterlibatan Yakuza dalam jaringan penipuan oleh warga Tiongkok itu diungkapkan oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian.
Terungkapnya keterlibatan Yakuza itu berdasarkan hasil kerjasama penyelidikan yang dilakukan kepolisian Taiwan dan Tiongkok.
Tito mengungkapkan, kelompok Yakuza itu beroperasi di wilayah Tiongkok, Taiwan, Jepang dan Indonesia.
Kepolisian Taiwan sempat meringkus 8 anggota kelompok kejahatan itu dengan menyita sepucuk handgun, sejumlah uang Yen (mata uang Jepang), Bath (mata uang Thailand) dan Dolar AS yang berniliai miliaran dan perhiasan berlian, serta emas.
Tito menuturkan, sindikat internasional itu terindikasi menipu secara online selain juga terlibat perdagangan manusia, pencucian uang dan kejahatan antarnegara.
"Pelindungnya dari organisasi di Jepang. Organisasinya cukup besar. Yakuza terlibat," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Krishna Murti, di Jakarta pada Jumat (21/8/2015).
Krishna menambahkan, sindikat ini merupakan kejahatan terorganisasi lintas negara.
Untuk itu, Indonesia patut waspada dalam menghadapi sindikat ini, apalagi dalam arus globalisasi.
"Kita bukan hanya jadi korban kejahatan, tetapi dikhawatirkan bisa menjadi basis untuk melakukan kejahatan," kata Krishna.
Sindikat ini memiliki fungsi masing-masing yang berbeda di tiap negara.
Di Taiwan, sindikat ini merekrut orang untuk menjadi pelaku kejahatan.
Setelah itu, mereka nanti akan diajari aksen bicara Tiongkok.
Sebab, sasaran sindikat ini merupakan para pejabat Tiongkok yang terlibat korupsi dan perselingkuhan.
Mereka akan mencoba memeras pejabat tersebut.
Data-data ulah para pejabat itu didapat oleh jaringan Yakuza.
Sedangkan tempat mengendalikan operasi kejahatan berada di Indonesia.
Seorang warga negara Indonesia berinisial WH telah ditahan, karena diduga memfasilitasi warga Tiongkok itu, termasuk dalam mencarikan rumah atau vila sewaan sebagai markas operasinya.
Seorang warga Taiwan berinisial CN juga ditahan.
CN inilah yang diduga kuat berhubungan dengan Yakuza.
"Aparat Tiongkok dan Taiwan mengungkapkan sendiri, mereka sulit mengungkap kasus ini karena luasnya jangkauan wilayah dan begitu rumitnya organisasi ini bekerja," kata Krishna.
Tito menegaskan, pembongkaran sindikat tersebut merupakan tindak lanjut setelah dilakukan penangkapan aksi kejahatan serupa pada beberapa bulan lalu.
Kemudian, kepolisian Indonesia, khususnya Polda Metro Jaya, menjalin hubungan dengan Kepolisian Tiongkok dan Taiwan.
"Dari situ kami menyadari ada kejahatan internasional. Kita banyak tukar informasi. Dari tukar informasi inilah akhirnya kita dapat info, siapa operator, perekrut, dan kegiatannya," kata Tito.
Tito mengatakan, kebijakan bebas visa atau visa on arrival oleh Pemerintah Indonesia banyak disalahgunakan oleh para pelaku kejahatan transnasional.
Tiongkok adalah salah-satu negara yang mendapat kebijakan bebas visa jika warganya berkunjung ke Indonesia.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Ronny F. Sompie mengakui bahwa kebijakan bebas visa untuk masuk Indonesia bisa saja disalahgunakan sebagaimana yang dilakukan warga Tiongkok itu.
“Warga asing yang melanggar aturan keimigrasian, akan kita foto dan ambil sidik jarinya. Selanjutnya itu bisa menjadi dasar untuk memasukkan mereka dalam daftar cegah tangkal (cekal). Jika kemudian mereka terbukti melakukan tindak pidana dan dideportasi ke negaranya, mereka akan terdeteksi saat hendak menginjakkan kaki kembali ke Indonesia kelak,” kata Ronny saat dihubungi tadi malam.
Polda Bali Bentuk Tim Khusus Selidiki Modus Kejahatan Warga Tiongkok
DENPASAR – Sindikat kejahatan antarnegara asal Jepang, Yakuza, diduga kuat terlibat dalam jaringan penipuan lewat online yang dijalankan di Indonesia oleh warga Tiongkok dan Taiwan.
Jaringan penipuan online tersebut terbongkar di Jakarta pada Kamis (20/8/2015) lalu.
Pada hari yang sama, di Bali juga digerebek 48 warga Tiongkok dan Taiwan di sebuah vila di Jimbaran.
Penggerebekan di Jimbaran oleh aparat Imigrasi itu terkait pelanggaran aturan visa kunjungan.
Namun demikian, dalam penggerebekan itu juga ditemukan barang bukti yang menguatkan dugaan adanya aksi penipuan secara online yang dijalankan oleh warga Tiongkok itu.
Banyak peralatan teknologi informasi (TI) yang disita dalam operasi di Jimbaran itu, antara lain 35 laptop, 27 ponsel, 85 perangkat wifi, 41 unit wireless terminal, 13 box telepon rumah dan 59 unit modem.
Vila empat lantai itu menjadi markas operasi penipuan.
Polda Bali beserta Polresta Denpasar kini sedang mendalami apakah ada indikasi warga Tiongkok yang digerebek di Jimbaran itu merupakan bagian dari sindikat yang dibekingi Yakuza.
Polda Bali, terutama Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum), telah membentuk tim khusus untuk mempelajari modus dugaan kejahatan yang dilakukan oleh warga Tiongkok tersebut.
"Tim khusus ini akan bekerja dan menyelidiki apa saja kejahatan yang diduga dilakukan oleh warga Tiongkok itu. Perlu juga kami pelajari apakah modus yang dilakukan warga Tiongkok yang digerebek di Bali sama dengan yang dilakukan di Jakarta. Kami belum menyimpulkan keterkaitannya dengan Yakuza,” kata Direktur Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Bambang Yugisworo, ketika dihubungi
kemarin.
Secara terpisah, Kapolresta Denpasar Kombes Pol AA Made Sudana membenarkan adanya permintaan dari pihak Imigrasi kepada Polresta untuk mengembangkan penyelidikan kasus yang melibatkan warga Tiongkok itu.
"Soal keimigrasian seperti pelanggaran ketentuan visa, jelas itu wewenang pihak Imigrasi. Kami berkoordinasi dengan Imigrasi untuk mendalami apa tindak pidana yang diduga dilakukan oleh warga Tiongkok itu di Bali. Kami akan melakukan pemeriksaan,” kata Sudana ketika dihubungi tadi malam.
Berdasarkan catatan yang diperoleh, selama tahun 2015 hingga Agustus ini sudah terjadi empat kali penggerebekan terhadap warga Tiongkok dan Taiwan di Bali.
Total ada 151 orang yang diringkus.
Bukti-bukti yang disita dalam penggerebekan yang dilakukan secara terpisah oleh aparat kepolisian dan petugas Imigrasi itu mengindikasikan bahwa warga Tiongkok dan Taiwan tersebut menjalankan kejahatan siber (cyber crime) yang diduga berupa penipuan secara online.
Sedangkan di Jakarta, sebanyak 96 warga Tiongkok dan Taiwan digerebek di tiga tempat berbeda pada Kamis (20/8/2015) lalu.
sumber : tribun