Ranperda APZ yang sedang digodok Pansus di DPRD Bali merupakan kelanjutan dari pelaksanaan Perda RTRW. Menurut anggota Komisi I DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Ida Gede Komang Kresna Budi, pihaknya menengarai ada upaya memasukkan lagi batas ketinggian bangunan melebihi 15 meter.
Kresna Budi tak mau mengungkap pihak mana yang berusaha menyelundupkan ketentuan batas ketinggian bangunan di atas 15 meter ini. Yang jelas, ini diduga titipan investor, sehingga berbagai cara dilakukan agar bisa lolos. Salah satunya, menggulirkan revisi Perda 16 Tahun 2009 tentang RTRW yang mengatur ketinggian bangunan dengan batas maksimal 15 meter. Dalam revisi ini, batas ketingggian bangunan diupayakan mencapai 20 meter. “Patut diduga kalau batas ketinggian bangunan ini (20 meter) sampai terakomodir, Bali akan mengalami degradasi dalam kualitas tata ruang. Bagi kami, ini harus dicegah. Yang melanggar batas ketinggian sekarang saja belum selesai dan belum ditindak. Akan jadi contoh yang tidak baik bagi penegakan hukum nanti, kalau kita lemah,” ujar Kresna Budi di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (7/9). Pentolan Fraksi Golkar DPRD Bali Dapil Buleleng ini berharap anggota Dewan yang masih pro dengan budaya dan kearifan lokal, bisa ikut mencegah dimasukkannya batas ketinggian bangunan di atas 15 meter. “Saya sendiri tidak masuk dalam keanggota Pansus APZ. Tapi, sebagai anggota Komisi I DPRD Bali, saya mendapat info ada yang mau masuk ke Dewan membawa kepentingan batas maksimal ketinggian bangunan,” ujar Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Bali ini.
Sementara, informasi adanya upaya memasukkan batas ketinggian bangunan sampai 20 meter dengan merevisi Perda RTRW, kontan memantik reaksi di kalangan DPRD Dewan. Mantan Ketua Pansus APZ DPRD Bali, Ngakan Made Samudra, menuding upaya memasukkan batas ketinggian bangunan sampai 20 meter ini jelas akan menghilangkan ciri khas tata ruang Bali dengan kearifan lokalnya. “Di seluruh Indonesia, hanya di Bali ada pengaturan masalah ketinggian bangunan. Ini khas Bali, nggak ada di propinsi lain, nggak ada di dunia sekaligus,” ujar Ngakan Samudra, Senin kemarin. Ngakan Samudra mengingatkan DPRD Bali harus menolak keinginan, titipan, atau apalah namanya terkait batas ketinggian bangunan yang tidak mengacu peraturan ini.
“DPRD Bali harus menolaknya. Kita seharusnya bangga punya kearifan lokal tentang batas maksimal ketinggian bangunan 15 meter. Sebab, ini paling unik di dunia,” tegas anggota Komisi I DPRD Bali dari Fraksi Demokrat Dapil Klungkung ini. Ngakan Samudra menyebutkan, batas ketinggian bangunan yang maksimal 15 meter sudah tegas diatur dalam Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali. “Kalau ada pelanggaran, ya penegak hukum harus bertindak, jangan didiamkan. Kalau diam, perlu dipertanyakan itu?” tandas politisi gaek yang mantan Ketua DPC Demokrat Klungkung ini.
Sementara itu, Ketua Pansus APZ DPRD Bali, I Kadek Diana, punya pandangan beda terkait informasi adanya upaya memasukkan batas ketinggian bangunan sampai 20 meter, di tengah-tengah pembahasan Ranperda APZ. Menurut Kadek Diana, masalah ketinggian bangunan tidak dibahas secara khusus seperti yang tercantum di Perda RTRW. Tapi, lanjt Kadek Diana, kalau ada revisi Perda RTRW dan batas ketinggian maksimal mengalami perubahan, mau tidak mau di pembahasan Perda Arahan Zonasi bakal dilakukan perubahan. “Sudah kita sepakati seperti itu,” ujar politisi PDIP asal Gianyar ini. Apa betul ada rencana rervisi Perda RTRW? “Salah satu rekomendasi Pansus Arahan Zonasi adalah revisi Perda 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali. Ada banyak latar belakangnya, kenapa Perda RTRW direkomendasikan untuk direvsi,” tegas mantan Ketua Fraksi PDIP DPRD Gianyar ini. Salah satu latar belakangnya, kata Kadek Diana, adalah adanya perubahan ketentuan peraturan perundangan yang mengharuskan revisi Perda 16 Tahun 2009 tentang RTRW. Di antaranya, karena ada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan propinsi lebih banyak. Misalkan, kewenangan pengaturan garis pantai 12 mil, kewenangan soal Energi dan Sumber Daya Alam, kewenangan soal tambang, soal pengaturan tata ruang. Menurut Kadek Diana, dalam amanat PP 15 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Perda RTRW bisa direvisi 5 tahun sekali.
“Ini sudah hampir 7 tahun Perda RTRW Provinsi Bali berjalan. Kalau mengacu PP 15 tersebut, ini sudah sangat dimungkinkankan untuk revisi Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali,” katanya. Kadek Diana menegaskan, dinamika pembangunan yang pesat juga mengharuskan adanya revisi Perda RTRW.
sumber : nusabali