![]() |
Dewa Aji Tapakan (Insert Kanan Atas), acara pementasan calonarang Getakan |
DENPASAR - Terkait dengan tradisi adat Calonarang di Klungkung dimana seseorang dikubur selama empat jam dan dapat keluar hidup-hidup, Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, dr Dudut Rustyadi, menjelaskan bahwa seseorang sudah dianggap hebat apabila bisa menahan napas selama 30 menit saat dikubur di dalam tanah.
Dudut mengatakan secara medis manusia tidak akan bisa bernapas apabila sudah dikubur.
Kalaupun ada manusia yang dapat bernafas saat dikubur, biasanya orang tersebut hanya bisa bertahan selama 10-15 menit saja.
Bisa dikatakan mustahil seseorang dapat bertahan hingga sampai empat jam lamanya.
"Tapi itu mustahil kalau memang bisa bernafas ya, bernapas 30 menit di dalam tanah saja sudah hebat itu," ungkap Dudut.
Seperti diketahui Pertunjukan Calonarang dengan layon mependem atau dikubur di Desa Getakan, Klungkung menyulut penasaran masyarakat Bali.
Ritual sakral dan sarat akan resiko tersebut dihadiri oleh warga dari seluruh penjuru daerah di Bali.
Meskipun harus berdesakan higga sulit melangkahkan kaki, warga tetap antusias ke Setra Getkan, untuk menjadi saksi layon Dewa Aji Tapakan dikubur di liang yang telah dibuat oleh keluarganya saat sore harinya.
Dewa Aji Tapakan yang hendak dipendem nampak diarak dan diiringi puluhan pengiring dengan menggunakan baju adat bali berwarna putih-putih.
Suasana riuh bercampur mistis begitu terasa ketika gamelan dan gong berbunyi kencang saat tengah malam itu.
Kerauhan juga sempat terjadi pada petang hari ketika suara gamelan terdengar riuh, dan ribuan Krama Banjar Adat Getakan berjalan perlahan menuju Setra.
Suasana sakral semakin terasa, ketika beberapa Krama Adat Getakan kerauhan, saat berjalan beriringan dengan Ratu MasKlungkung.
Calonarang
Ribuan Krama Banjar Adat Getakan turut menyaksikan persiapan prosesi Calonarang dengan layon mependem yang baru pertama kalinya digelar itu.
Setelah melakukan ritual persembahyangan, Dewa Aji Tapakanperlahan bangun dari duduknya.
Pria yang akan melakoni peran sebagai layon dan akan dipendem atau dikubur tersebut langsung berdiri di depan liang.
Dalam liang tersebut sudah dimasukan peti, yang menjadi tempat Dewa Aji Tapakan saat dikubur.
Hari semakin gelap, Dewa Aji Tapakan memejamkan matanya sembari membawa sebatang dupa.
Dengan menggenakan pakaian serba putih, ia tampak sangat khusyuk untuk berdoa.
Dewa Aji Tapakan akhirnya dikubur hidup-hidup selama 4 jam.
Sejak pukul 00.00 wita hingga pukul 04.00 wita.
Setelah melewati berbagai prosesi, dan layon dipendam, kemudian dibangkitkan Jumat (14/10/2016), sekitar pukul 04.00 Wita.
Dewa Aji Tapakan muncul dari dalam kubur mendorong tutup peti yang di atasnya ditutup tanah dan rerumputan.
Suara gong mengiringi prosesi sakral tersebut.
Terdengar tepuk tangan penonton ketika Dewa Aji Tapakan akhirnya berhasil mendorong peti mati tersebut.
Ekspresi yang dimunculkan tersebut murni karena rasa penasaran krama yang was-was dengan keberanian Dewa Aji Tapakan, akhirnya terjawab dengan sosok tapakan tersebut mampu keluar dengan selamat dari dalam kubur.
Rasa haru karena sosok pemberani tersebut telah lolos dari ujiannya, ngayah sebagai layon.
Berawal Dari Sakit Epilepsi
Dewa Tapakan menceritakan, awal mula ia ngayah sebagai watangan bermula ketika ia mengalami sakit epilepsi atau ayan-ayanan sejak berusia 17 tahun.
11 tahun lalu ketika sedang tertidur, ia mendapat pawisik dan merasa didatangi oleh Ida Betara Ratu Mas Klungkung serta seekor ular naga.
Ketika itu, ia diminta untuk ngiring dan ngayah sebagai watangan atau layon setiap ada pertunjukan calonarang di Banjar Adat Getakan.
Pawisik secara niskala itu juga menyebutkan, jika Dewa Aji Tapakan harus siap dipendem atau dikubur ketika ngayah sebagai watangan atau layon saat pergelaran Calonarang ke-11 kalinya di Banjar Adat Getakan.
Saat itu pula ia menyanggupinya.
Ajaib, sejak saat itu sakit epilepsi yang pernah diderita Dewa Aji Tapakan tidak pernah lagi kumat.
“ Hingga saat itu, saya tidak lagi ayan-ayanan. Sampai sekarang pun saya sehat. Bagaimanapun saya harus lanjut ngayah,” ujar Dewa Aji tapakan.
Bendesa Adat Desa Pakraman Getakan sekaligus Kelihan Banjar Adat Getakan, I Made Sucana mengatakan, tahun ini watangan atau yang dikenal dengan istilah bangke matah akan dikubur dan ditinggal di setra selayaknya layon atau orang yang telah benar-benar meninggal.
“Prosesi watangan yang dikubur saat pementasan Calonarang ini, baru pertama kali kita lakukan di Banjar Adat Getakan. Ini berdasarkan pawisik yang kita terima, jika saat pementaan Calonarang yang ke-11 kalinya, Ida Betara Ratu Mas Klungkung memberi pawisik melalui cara niskala agar watangan harus dipendem atau dikubur. Pawisik itu selalu disebutkan oleh Ida Betara Ratu Mas Klungkung ketika mesolah atau menari saat pertunjukan Calonarang di Banjar Getakan setiap tahunnya. Tahun ini tepat yang ke-11,” jelas I Made Sucana, ketika ditemui di sela-sela persiapan prosesi sakral tersebut, Selasa (11/10/2016).
sumber : tribun