![]() |
Kaling Sawangan Belum Tahu Rencana Pembangunan Condotel di Sawangan
MANGUPURA
-
Kaling Sawangan I Wayan Jabut menyatakan tak berani menandatangani surat
perizinan kalau belum melalui proses dengan instansi terkait.
Kepala
Lingkungan (Kaling) Sawangan, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta
Selatan, Badung, I Wayan Jabut mengaku belum tahu rencana pembangunan
kondotel di Sawangan seperti yang ramai diberitakan. Selain itu proses
izin pembangunan condotel 3.000 kamar itu hingga kini belum sampai ke
pihaknya.
“Jadi
begini, yang kami tahu pihak investor itu melakukan penataan atas
lahannya. Kami belum mendapat permohonan perizinannya,” tutur Jabut,
Jumat (12/5).
Jabut
mengharapkan, jika rencana pembangunan itu benar akan dilaksanakan oleh
pemilik tanah, agar izinnya diproses. Selain itu dirinya mengharapkan
agar pembangunannya memperhatikan masyarakat sekitar. “Kalau bisa dampak
negatifnya sebisa mungkin dihilangkan. Jangan sampai ada gejolak di
masyarakat,” harapnya.
Jabut
mengaku sudah sempat melakukan komunikasi dengan pihak investor yang
bersangkutan, namun sebatas komunikasi awal. Dirinya mengaku tak berani
menandatangani surat perizinan kalau belum melalui proses dengan
instansi terkait. Baginya kalau para penyandingnya sudah setuju, dirinya
tak memiliki kewenangan untuk menghalangi secara administrasi.
Menurutnya hingga kini tak ada warga yang menanyakan terkait aktivitas
alat berat yang berada di areal yang isunya akan dibangun condotel itu.
“Saya
pikir, kalau semua itu bisa dikomunikasikan dengan baik, maka semua itu
akan berjalan dengan baik pula. Tidak ada warga yang menanyakan
kegiatan di lokasi, karena mungkin secara kasat mata tak ada pengerjaan
bangunan. Jadi itu sebatas penataan lahan saja. Saya berharap agar
masyarakat jangan langsung menilai ada pelanggaran,” ucapnya.
Sementara
itu, Camat Kuta Selatan I Wayan Wirya mengaku sudah pernah turun
memantau aktivitas di area yang ramai diperbincangkan itu. Menurutnya
kegiatan yang dilakukan oleh pemilik lahan adalah sebatas penataan.
Dirinya mengaku belum tahu pemilik lahan akan membangun apa di atas
tanahnya itu. “Saya rasa tak ada yang masalah. Kalau saya lihat itu
penataan lahan kok. Saya tak tahu nanti di situ akan dibangun akomodasi
wisata baru atau tidak. Saya belum menerima permohonan izin dari
pemiliknya,” ujar Wirya.
Pemangku
Pura Geger Jro Mangku Made Sania saat ditemui kemarin mengaku tidak
mengetahui tujuan dari penataan lahan itu. Yang dirinya tahu adalah
tanah itu dahulunya milik warga Sawangan, dijual ke pengusaha asal
Jakarta. Pengusaha Jakarta lalu menjualnya lagi kepada pengusaha asal
China.
Dirinya
berharap agar pemilik lahan jika hendak membuka akomodasi wisata yang
baru supaya memperhatikan bhisama PHDI Bali terkait radius kesucian
pura. “Sebagai masyarakat, saya mengharapkan agar memperhatikan aturan
pembangunan terkait kesucian pura. Jarak batas lahan pura dengan milik
investor itu hanya 25 meter saja,” tuturnya.
Pemprov Langsung Stop Proyek Kondotel
DENPASAR
-
Kepala BLH, Kepala Badan Perizinan-Penanaman Modal, dan Kepala Satpol PP
Provinsi Bali kemarin terjun bersama ke lokasi proyek di Sawangan.
Pemkab Badung Ngaku Tidak Pernah Keluarkan Izin 3.000 Kamar Kondotel.
Pemprov
Bali turun ke lokasi pembangunan 3.000 kamar kondominium hotel
(kondotel) yang diduga belum punya izin di Banjar Sawangan, Kelurahan
Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Jumat (12/5). Badan
Lingkungan Hidup dan Satpol PP Provinsi Bali langsung hentikan sementara
penggarapan proyek kondotel milik investor asing ini.
Kepala
BLH Provinsi Bali, I Gede Suarjana, kemarin terjun langsung ke lokasi
proyek kondotel bersama Kepala Badan Perizinan dan Penanaman Modal
Provinsi Bali, Ida Bagus Parwata. Kepala Satpol PP Provinsi Bali, I
Nyoman Sukadana, juga ikut terjun.
Proyek
3.000 kamar kondotel yang pengerjaannya disetop sementara oleh Pemprov
Bali ini berada di lahan seluas 15 hektare. Informasionya, pemilik lahan
adalah PT Surya Raya Investama yang berkonsorsium dengan PT Country
Gardenia (Perusahaan dari Hongkong), dengan membentuk PT Surya Gardenia
Propertindo. Nah, PT Surya Gardenia Propertindo ini yang akan membangun
sarana pariwisata berupa hotel, vila, kondotel, dan sarana penunjang
lainnya.
Menurut
Kepala BLH Bali, Gede Suarjana, belum ada aktivitas pembangunan fisik
di lokasi proyek ini. Yang dilakukan baru sebatas clearing batas
kepemilikan tanah, pemagaran, dan pembuatan akses jalan untuk masyarakat
menuju lokasi Pura Batu Belig. ”Kami sudah minta dihentikan dulu,
sebelum dilakukan pengurusan izin pemanfaatan ruang. Mereka bisa
melakukan pemanfaatan ruang kalau sudah ada izin prinsip. Ini izinnya
prinsip saja belum ada,” tandas Suarjana.
Menurut
Suarjana, pihak PT Surya gardenia Propertindo harus mengajukan dulu
izin prinsip kepada Pemkab Badung. Kalau mereka memanfaatkan pantai,
harus mengajukan izin pemanfaatan ke Pemprov Bali. Kemudian, ada lagi
aturan pemanfaatan sempadan jurang dan pemanfaatan sempadan pantai yang
harus dipenuhi.
“Mereka
juga harus memenuhi dulu kesepakatan dengan masyarakat. Sebab, di sana
ada Pura Geger dan Pura Batu Belig yang disucikan masyarakat,” ujar
birokrat asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang mantan
Karo Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Bali ini.
Sedangkan
Kepala Badan Perizinan dan Penanaman Modal Pemprov Bali, IB Parwata,
mengatakan investasi fasilitas pariwisata 3.000 kamar kondotel ini
adalah Penanaman Modal Asing (PMA), karena ada keterlibatan investor
asing. Karenanya, izin prinsip harus diterbitkan oleh pemerintah pusat.
“Tapi,
BKPM RI tidak akan mengeluarkan izin prinsip, karena Pemprov Bali masih
memberlakukan moratorium pembangunan hotel di kawasan Bali Selatan.
Kecuali yang bersangkutan (investor) mendapat rekomendasi dari Gubernur
Bali dan juga harus mendapatkan izin pemanfaatan ruang dari Pemprov
Bali,” ujar IB Parwata secara terpisah, Jumat kemarin.
“Karena
lakasinya merupakan kawasan strategis sesuai Perda Bali Nomor 16 tahun
2009 tentang RTRW Provinsi, maka mesti mendapat izin pemanfaatan ruang
dari Gubernur Bali jika proyek tersebut nantinya direalisasikan.
Kesimpulannya, Pemprov Bali masih pegang kunci perizinan,” lanjut
Parwata yang kemarin didampingi Karo Humas Setda Provinsi Bali, Dewa
Gede Mahendra Putra.
Terkait
masalah ini, anggota Komisi III DPRD Bali (membidangi pembangunan dan
lingkungan), Wayan Disel Astawa, mengatakan pihaknya akan mengusulkan
untuk panggil pihak-pihak terkait atas rencana pembangunan 3.000 kamar
kondotel tersebut. “Ini menyangkut kawasan zonasi. Di samping itu, hotel
di kawasan Kuta Selatan sudah over. Ini harus segera ditindaklanjuti
pimpinan Dewan,” ujar politisi PDIP asal Desa Ungasan, Kecamatan Kuta
Selatan, Badung ini.
Sementara,
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP)
Kabupaten Badung menyatakan tidak pernah mengeluarkan izin apa pun
terkait proyek 3.000 kamar kondotel di Sawangan ini. “Saya justru baru
tahu. Jadi, kami tegaskan tidak pernah mengeluarkan izin kondotel dengan
3.000 kamar,” tegas Plt Kadis PMPTSP Badung, I Made Sutama, secara
terpisah di Puspem Badung, Jumat kemarin.
Menurut
Made Sutama, pihaknya memang ada menerbitkan persetujuan prinsip di
kawasan tersebut. Hanya saja, persetujuan prinsip yang dimaksud bukan
untuk proyek kondotel, melainkan usaha hotel. Jumlah kamarnya pun cuma
340 unit, dibangun di atas lahan seluas 14 hektare.
“Kami
memang pernah menerbitkan persetujuan prinsip untuk 340 kamar hotel.
Persetujuan prinsipnya atas nama Tarsius Kundara dengan Nomor
4203/BPPT/Prinsip Hotel/VI/2015 tertanggal 30 Juni 2015,” terang Sutama
yang kemarin didampingi Kabid Perizinan dan Kesejahteraan Rakyat Dinas
PMPTSP Badung, AA Rahmadi.
Menurut
Sutama, pesetujuan prinsip untuk Tarsius Kundara yang telah dikeluarkan
tahun 2015 itu memiliki lahan seluas 14 hektare di dekat Pura Geger.
Pihaknya tidak tahu apakah itu yang dimaksud akan adanya pembangunan
3.000 kamar kondotel.
“Lokasinya
memang dekat Pura Geger. Tapi, itu bukan untuk China Country Garden,
melainkan untuk Tarsius Kundara. Makanya, kami tegaskan lagi, tidak
pernah menerbitkan persetujuan prinsip dan IMB untuk kondotel,” tandas
birokrat asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan yang masih menjabat
sebagai Kepala Badan Pendapatan/Pasedahan Agung Kabupaten Badung ini.
Sutama
menegaskan, persetujuan prinsip yang diterbitkan untuk Tarsius Kundara
tahun 2015 itu sudah kedaluarsa. Pasalnya, sejak persetujuan prinsip
diterbitkan hingga kini, investor tidak menindalnjutinya dengan proses
perizinan lainnya, seperti mengurus analisis mengenai dampak lingkungan
(Amdal) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Padahal, persetujuan prinsip
hanya berlaku selama setahun.
“Kami
sudah cek, persetujuan prinsip (untuk Tarsius Kundara, Red) tidak
ditindaklanjuti, sehingga otomatis gugur,” tegas Sutama. Karena itu,
bila di lokasi terdapat aktivitas pembangunan, maka itu tergolong
ilegal. “Kalau ada pembangunan, ya harus dihentikan itu,” papar Sutama.
sumber : nusabali